Menelisik Temuan Arkeologi 1,48 Juta Tahun di Sulawesi: Siapa Pengukurnya?

Penemuan yang Mengguncang Dunia Ilmiah

Penemuan alat batu berusia 1,48 juta tahun di Sulawesi membuka bab baru dalam studi evolusi manusia. Selama ini, fokus penelitian arkeologi purba di Indonesia banyak tertuju ke Jawa (Homo erectus) dan Flores (Homo floresiensis). Kini, Sulawesi muncul sebagai kandidat kuat jalur migrasi hominid awal, menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya pembuat alat tersebut?


Kandidat Pertama: Homo erectus

Banyak arkeolog menduga bahwa Homo erectus, spesies hominid yang diketahui telah mendiami Pulau Jawa sejak 1,6 juta tahun lalu, adalah kandidat utama. Logika ini kuat karena rentang waktu sesuai, dan kemungkinan besar Homo erectus mampu menyeberangi laut dangkal untuk mencapai Sulawesi.

Namun, keterbatasan bukti membuat hipotesis ini masih berupa dugaan. Fosil Homo erectus hingga kini belum ditemukan di Sulawesi.


Alternatif Lain: Spesies Misterius

Ada kemungkinan bahwa alat batu tersebut dibuat oleh spesies hominid lain yang belum teridentifikasi. Beberapa hipotesis menyebut:

  • Homo habilis akhir atau bentuk transisi yang berhasil keluar dari Asia Barat.
  • Populasi hominid lokal yang berevolusi secara terisolasi di Wallacea.
  • Atau bahkan nenek moyang dari Homo floresiensis, mengingat kedekatan geografis Sulawesi dengan Flores.

Jika benar demikian, maka Sulawesi bisa menjadi lokasi penemuan spesies baru manusia purba di masa depan.


Bukti Arkeologis yang Ada

Selain alat batu, para peneliti belum menemukan fosil manusia purba di Sulawesi. Namun, ada indikasi berupa:

  • Bekas pemotongan pada tulang hewan purba, yang mengarah pada aktivitas berburu.
  • Fragmen arang di sekitar situs, meski belum bisa dipastikan berasal dari penggunaan api oleh hominid.
  • Distribusi artefak yang tersebar di beberapa titik, mengisyaratkan adanya hunian jangka panjang.

Temuan ini memperkuat dugaan bahwa kawasan tersebut pernah dihuni, meskipun identitas penghuninya masih misterius.


Implikasi terhadap Sejarah Wallacea

Jika benar Homo erectus atau spesies lain mendiami Sulawesi sejak 1,5 juta tahun lalu, maka sejarah migrasi manusia purba harus direvisi. Wallacea, yang selama ini dianggap penghalang alami karena lautan luas, ternyata mungkin sudah ditembus jauh sebelum Homo sapiens hadir.

Hal ini juga membuka kemungkinan bahwa jalur migrasi ke Australia melalui Wallacea jauh lebih tua dan kompleks dibanding yang diperkirakan.


Tantangan Penelitian ke Depan

Para arkeolog kini menghadapi misi penting: menemukan fosil hominid di Sulawesi. Tanpa fosil, identitas pembuat alat batu tetap spekulatif. Oleh karena itu, rencana penggalian lebih luas di wilayah lembah dan gua Sulawesi tengah hingga selatan sudah disiapkan untuk beberapa tahun ke depan.


📌 Kesimpulan:
Temuan alat batu 1,48 juta tahun di Sulawesi menimbulkan pertanyaan besar: siapa pembuatnya? Apakah Homo erectus, Homo floresiensis, atau spesies lain yang belum kita kenal? Jawaban ini bisa mengubah total pemahaman kita tentang sejarah evolusi manusia di Asia Tenggara dan dunia. Sulawesi kini resmi menjadi “laboratorium terbuka” bagi peneliti arkeologi global.